iNews.Network – Proyek pemeliharaan jalan nasional yang dikerjakan oleh Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN 2) Bengkulu kembali menuai sorotan publik. Tambal sulam di ruas jalan nasional dari perbatasan Kabupaten Kepahiang menuju perbatasan Sumatera Selatan, tepatnya di Kota Lubuk Linggau, disinyalir sarat kejanggalan. Proyek ini digarap oleh Jumadi beserta rekan-rekannya dan kini dipertanyakan kualitas serta transparansinya.
Meski proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur jalan agar lebih nyaman dilalui masyarakat, hasil di lapangan justru bertolak belakang. Dalam beberapa bulan sejak pengerjaan, sejumlah ruas jalan yang telah diperbaiki kembali mengalami kerusakan parah. Retakan dan pecahan aspal terlihat jelas di berbagai titik, menimbulkan kekhawatiran akan mutu pekerjaan.
Seorang narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan bahwa penyebab utama kerusakan adalah karena ketebalan aspal yang tidak sesuai standar. Ia menduga bahwa praktik pembiaran ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dari internal BPJN 2 Bengkulu, yang diduga turut bermain dalam proses pelaksanaan proyek.
Tim jurnalis yang turun langsung ke lokasi membuktikan bahwa ketebalan aspal di beberapa titik hanya berkisar antara 2 hingga 4 cm. Sementara Jumadi sebelumnya mengklaim bahwa proyek dilakukan dengan ketebalan antara 6 hingga 8 cm. Perbedaan data ini memperkuat dugaan bahwa proyek tersebut tidak berjalan sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan.
Dalam penjelasannya kepada awak media, Jumadi menyebutkan bahwa aspal digunakan dari pabrik AMP milik Selamat Grup (SG) yang berlokasi di Bengkulu Utara dan Kembangsri. Ia juga memastikan bahwa suhu pengangkutan aspal tetap dijaga sesuai standar menggunakan armada dump truck. Namun kenyataan di lapangan berkata lain—kerusakan terjadi terlalu cepat, dan hasil kerja dianggap tidak optimal.
Lebih memprihatinkan lagi, sisa material proyek justru tidak dimanfaatkan ulang secara resmi. Sebagian material dilaporkan dibawa pulang ke rumah pelaksana proyek dan dibagikan kepada warga sekitar secara cuma-cuma. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait manajemen material dan efisiensi anggaran.
Ketika dimintai keterangan terkait nilai kontrak dan volume pekerjaan, Jumadi tidak bisa memberikan jawaban yang jelas. Ia bahkan menolak menyebutkan siapa saja yang terlibat dalam pengerjaan proyek tersebut, menambah kesan tertutup dalam pelaksanaan proyek negara ini.
Minimnya transparansi serta lemahnya pengawasan dalam proyek ini semakin memperkuat dugaan adanya proyek siluman yang hanya menguntungkan pihak tertentu. Publik berharap agar pemerintah pusat, khususnya Kementerian PUPR, segera turun tangan dan melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek ini.
Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi fokus utama dalam setiap proyek infrastruktur. Jika pembiaran terus berlangsung, maka pembangunan nasional bukan hanya terhambat, namun juga akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Evaluasi menyeluruh dan tindakan tegas sangat diperlukan agar praktik curang tidak menjadi budaya dalam pengelolaan anggaran negara. ***
Editor: Red